Total Pageviews

Wednesday, 3 October 2018

Mati akibat ethanol







Belum lama berselang (13/9) diberitakan kematian secara beruntun tiga orang teknisi Rusia yang tergabung dalam tim perakitan pesawat tempur Sukhoi di Makasar. Semula dinyatakan bahwa korban meninggal karena serangan jantung dan rekan sekerjanya mengalami shock melihat temannya tewas dan ikut meninggal sejam kemudian. Namun tentunya kematian tiga orang dalam satu lokasi secara simultan dalam satu hari bukanlah ‘kebetulan’ diakibatkan karena sebab alami (natural cause). Belakangan diakui bahwa kematian tiga teknisi dari negeri beruang ini karena keracunan methanol. Ada dua orang lainnya yang mengalami intoksikasi serupa namun nyawanya berhasil diselamatkan.

Ada dua ‘jenis’ alkohol yang amat mirip baik dalam penampilan,bau maupun rasanya yaitu ethanol dan methanol. Ethanol adalah bahan dasar pembuatan minuman keras (beverage) dengan kadar bervariasi, sedangkan methanol tidak pernah dipakai untuk campuran miras dan hanya digunakan dalam industri dan dalam bahasa sehari-hari kita dinamakan dengan ’spiritus’. Mengingat ‘kemiripan’ antara kedua zat ini, acapkali sering diproduksi secara ilegal miras yang berbahankan methanol yang memang mudah didapatkan dengan harga cukup murah. Dan para penenggak minuman keras ini juga tidak banyak merasakan perbedaan antara ethanol dan methanol ini.

Methanol termasuk golongan racun sangat berbahaya. Dengan dosis 30 mililiter saja yang dikonsumsi dapat menyebabkan kebutaan permanen karena kerusakan dari serat saraf mata. Pada dosis 100 mL methanol ini dapat menyebabkan kematian. Methanol sendiri sebenarnya bukanlah bahan beracun, namun dalam perjalanannya dia mengalami metabolisme (penguraian zat) menjadi formaldehyde selanjutnya diurai lagi menjadi asam format ( formic acid ) oleh enzym alcohol dehydrogenase. Asam format inilah yang mempunyai daya rusak yang kuat pada hati ( lever ) dan ginjal ( kidney ). Sebagian besar korban meninggal diakibatkan karena gagal hati dan gagal ginjal.

Tindakan darurat yang dilakukan tidak dapat dengan cara merangsang muntah ataupun dengan pemberian ’norit’ ( activated charcoal ), karena metode ini tidak efektif terhadap keracunan methanol. Cara yang tepat adalah dengan memberikan antidote (penangkal) yaitu diberikan ethanol (!) atau fomepizole. Cara kerja ke dua zat ini adalah dengan menghambat kerja enzim pengurai methanol ( yang dinamakan competitive inhibition ) sehingga methanol tidak sempat terurai dan akan dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk utuhnya. Yah, penangkalnya adalah ethanol berkadar 5 -10 % yang bisa diberikan dalam cairan infus dextrose 5 % atau bisa juga diminumkan kepada pasien berupa whisky, vodka, atau gin. Tentu saja jumlah yang diteguk dalam pengawasan dokter. Antidot yang lain yaitu fomepizole memang lebih efektif, namun harganya sangat mahal – untuk penanganan pasien keracunan methanol dengan fomepizole ini pasien akan mengeluarkan biaya sekitar 3.500 dollar AS. Keuntungan penanganan pemberian antidot dengan ethanol ini adalah ’kemudahan untuk mendapatkannya’, karena cairan ini memang selalu ada di rumah sakit.

Keracunan lain yang mempunyai kemiripan dengan intoksikasi methanol adalah akibat meminum (sengaja atau tidak sengaja) ethylene glycol. Cairan ini adalah campuran untuk air radiator ( anti-freeze ) dan minyak rem ( hydraulic brake fluid ). Cairan ini tidak berwarna, tidak berbau dan berasa manis. Cairan ini juga sering dipakai (secara ilegal) sebagai pengganti alkohol karena murah harganya. Juga karena rasanya yang manis sering secara tidak sengaja diminum oleh anak kecil dan juga hewan peliharaan. Sama seperti pada methanol, keracunan terjadi akibat metabolisme ethylene glycol ini menjadi asam glikolat ( glycolic acid ) dan asam oksalat ( oxalic acid ). Akibat yang ditimbulkan adalah gangguan jantung dan diakhiri dengan gagal ginjal akut.

Antidot untuk keracunan ethylene glycol ini juga digunakan ethanol atau fomepizole ( nama dagang zat ini Antizol ). Dengan pemberian zat ini maka enzym yang akan mengurai ethylene glycol akan terhambat (terblokir) sehingga mengurangi keracunan yang terjadi. Apabila kondisi pasien cukup parah maka diperlukan juga tindakan hemodyalisis (cuci darah) untuk membuang ethylene glycol dan metabolitnya dari dalam darah. Tindakan pembilasan lambung ( gastric lavage ) hanya dilaksanakan apabila pasien datang kurang dari 60 menit setelah menenggak ethylene glycol dan sesudah melewati waktu itu dianggap tidak efektif lagi. Demikian pula pemberian ’norit’ ( activated charcoal ) sama sekali tidak berguna. Tindakan merangsang muntah pasien juga tidak dianjurkan.

Prognosa ( ramalan kesembuhan ) pasien pada keracunan ini cukup baik apabila diberikan pertolongan medis darurat dengan segera. Pada pertolongan yang terlambat diberikan dapat mengakibatkan kerusakan saraf atau stroke yang permanen atau kerusakan ginjal permanen yang menyebabkan pasien harus menjalani hemodialisa (cuci darah) seumur hidup.


..

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.