Kenali
Abu Hurairah
Penghafal
Hadis Terbanyak Sepanjang Zaman
Shahabat mulia Abu Hurairah adalah seorang perawi agung
yang paling banyak meriwayatkan hadith. dia mempunyai bakat yang luar biasa
dalam kemampuan dan kekuatan ingatan. Abu Hurairah r.a. mempunyai kelebihan
dalam seni menghafal apa yang didengarinya, ingatannya mempunyai keistimewaan
dalam segi menghafal dan menyimpan. Didengarya, lalu terpatri dalam mindanya,
hampir tidak pemah beliau melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa yang
telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa saling berganti. Oleh
karena itulah, beliau telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi
Rasulullah saw sehingga termasuk antara sahabat yang terbanyak menerima dan
menghafal Hadith, serta meriwayatkannya.
Sewaktu datang zaman pemalsuan hadith yang dengan sengaja
masyarakat mereka hadith-hadith palsu, seolah-olah ianya berasal dari
Rasulullah saw mereka memperalat nama Abu Hurairah dan menyalahgunakan
keterangannya dalam meriwayatkan Hadith dari Nabi saw , hingga sering kali
mereka mengeluarkan sebuah “hadith”, dengan menggunakan kata-kata: — “Berkata
Abu Hurairah… ”
Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan
keterangan Abu Hurairah dan kedudukannya selaku penyampai Hadith dari Nabi saw
menjadikan ianya satu keraguan dan tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan
susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta banyak waktu yang telah di
habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadith yang telah membaktikan hidup
mereka untuk berkhidmat kepada Hadith Nabi dan menyingkirkan setiap tambahan
yang dimasukkan ke dalamnya.
Di sana Abu Hurairah berhasil meloloskan diri dari
jaringan kepalsuan dan penambahan yang sengaja hendak diselundupkan oleh kaum
perosak ke dalam Islam, dengan mengkambing hitamkan Abu Hurairah dan
membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya.
Setiap anda mendengar muballigh atau penceramah atau
khatib Jum’at mengatakan kalimat yang mengesankan dari Abu Hurairah r.a berkata
beliau, telah bersabda Rasulullah saw..” Saya katakan ketika anda mendengar
nama ini dalam rangkaian kata tersebut, dan ketika anda banyak menjumpainya,
nah banyak sekali dalam kitab-kitab Hadith, sirah, fiqah serta kitab-kitab
Agama pada umumnya, maka ketahuilah bahwa anda sedang menemui suatu pribadi,
antara sekalian banyak pribadi yang paling gemar bergaul dengan Rasulullah dan
mendengarkan sabdanya. Karana itulah perbendaharaannya yang menakjubkan dalam
hal Hadith dan pengarangan penuh hikmat yang dihafalkannya dari Nabi saw jarang
sekali diperoleh dan bandingkannya.
Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan
revolusi Islam, dengan segala perubahan yang mengkagumkan yang telah
diciptakan. Dari seorang hamba upahan menjadi perawi hadith agung.
Dari seorang yang teronta-ronta di tengah-tengah lautan
manusia, menjadi imam dan ikutan! Dan dari seorang yang sujud di hadapan
batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada Allah yang Maha Esa
lagi Maha Perkasa. Inilah Abu Hurairah ra sekarang bercerita dan berkata: “Aku
dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin. Aku
menerima upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi
perutku! Akulah yang melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan
menuntun binatang tunggangannya bila sedang bepergian. Sekarang inilah aku,
Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka segala puji bagi Allah yang
telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu Hurairah ikutan
ummat.!”
Islamnya
Abu Hurairah
Jika dibandingkan Nabi saw, umurnya lebih muda sekitar 30
tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di
tengah kabilah Azad, beliau sudah yatim semenjak kecil, yang membantu ibunya
menjadi penggembala kambing.
Abu Hurairah ra datang kepada Nabi saw di tahun yang ke
tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di Khaibar, beliau memeluk Islam karana
dorongan kecintaan dan kerinduannya terhadap Islam. Dan semenjak beliau bertemu
dengan Nabi Saw; dan berbai’at kepadanya, hampir-hampir beliau tidak pernah
berpisah daripada nabi kecuali pada ketika waktu tidur . Begitulah berjalan
selama masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw yakni sejak
beliau memeluk agama islam hingga wafatnya Nabi, pergi jauh disisi Yang Maha
Tinggi. Kita katakan: “Waktu yang empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia
manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala yang baik, dari perkataan,
sampai kepada perbuatan dan pendengaran!’
Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat
kesempatan yang besar yang memungkinkannya untuk memainkan peranan yang penting
dalam berbakti kepada Agama.
Ketika itu pahlawan perang dikalangan sahabat amat banyak
walhal ahli feqah, juru da’wah dan para guru amat sedikit. Tetapi lingkungan
dalam masyarakat ketika itu amat memerlukan tulisan dari penulis. Di masa itu
golongan manusia pada umumnya bukan hanya terbatas pada bangsa Arab saja bahkan
termasuk juga benua eropah tidak mampu menulis. Dan tulisan itu belum Lagi
merupakan bukti kemajuan terhadap masyarakat dikala itu.
Walaupun Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, beliau
hanya seorang ahli hafal yang mahir, di samping memiliki kesempatan atau mampu
mengadakan kesempatan yang diperlukan itu, karena ia tak punya tanah yang akan
digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan diurus.
Beliau menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang
terakhir masuk Islam, maka ia bertekad untuk mengejar ketinggalannya, dengan
cara mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap menyertai majlisnya.
Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya, berupa
daya ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan
luas lagi dengan do’a Rasul “”, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.
Beliau telah menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan
kemampuan yang kurnia Ilahi untuk memikul tanggung jawab dan memelihara
peninggalan yang sangat penting ini dan mewariskannya kepada generasi kemudian.
Abu Hurairah bukan tegolong dalam barisan penulis, tetapi
sebagaimana telah kita utarakan, beliau adalah seorang yang beketerampilan
dalam bidang hafalan dengan mempunyai daya ingatan yang kuat. Karana beliau
juga tidak punyai tanah yang akan diushakan atau perniagaan yang akan
disibukkan, ini telah memberikan peluang untuknya berdamping dengan nabi saw,
baik dalam perjalanan mahupun dikala menetap.
Begitulah beliau mempermahir dirinya dengan ketajaman
daya ingatnya untuk menghafal Hadith-hadith Rasulullah saw. Sewaktu Rasul telah
pulang ke Rafikul’Ala (wafat), Abu Hurairah terus-menerus menyampaikan hadith,
yang menyebabkan sebahgian sahabatnya merasa hairan sambil tertanya-tanya di
dalam hati, dari mana datangnya hadith-hadith ini.
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk
menghilangkan rasa kecurigaan dan keraguan kepada sahabat lain, beliau berkata:
“Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali mengeluarkan
hadith dari Nabi saw. Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin yang
lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tidak ada menceritakan hadith itu?
Ketahuilah, bahwa sekalian sahabatku orang-orang Muhajirin itu, mereka sibuk
dengan perdagangan mereka di pasar-pasar, sedang sahabat-sahabatku dari orang
Anshar sibuk degan tanah pertanian mereka. Sedang aku adalah seorang miskin,
yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka aku hadir sewaktu yang
lain tidak. Dan aku tahu seandainya mereka lupa adalah karena kesibukan mereka.
Dan Nabi saw pernah berbicara kepada kami di suatu hari,
berkata beliau: “Siapa yang membentangkan serbannya hingga selesai ucapanku,
kemudian dia mengambil serban ke dirinya, maka ia tidak akan terlupa dedikitpun
dari apa yang telah didengarnya dari padaku!”
Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku,
kemudian kuraih kain itu ke diriku, dan demi Allah, tak ada suatu pun yang
terlupa bagiku dari apa yang telah kudengari daripadanya! Demi Allah kalau
tidaklah karana adanya ayat di dalam Kitabullah nescaya tidak akan kukabarkan
kepada kalian sedikitpun melainkan! Ayat itu ialah:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa
yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah
Kami nyatakan kepada manusia di dalam Kitab mereka itulah yang dikutuk oleh
Allah dan dikutuk oleh para pengutuk (Malaikat-malaikat) !”
Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya
ia seorang diri yang banyak mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw. Yang
pertama: karena ia melowongkan waktu untuk menyertai Nabi lebih banyak dari
para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya!
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia jadi semakin kuat. Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq, dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya!
Oleh sebab itulah ia harus saja memberitakan, tidak
suatupun yang boleh menghalanginya dan tidak jua seorangpun boleh melarangnya,
hingga pada suatu hari Amirul Mu’minin Umar berkata kepadanya: “Hendaklah kamu
hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! kalau tidak, akan kukembalikan
kau ke tanah Daus. !” (yaitu tanah kaum dan keluarganya).
Tetapi larangan ini tidaklah mengundang suatu tuduhan
bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai pengukuhan dari suatu pandangan saja oleh
Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka waktu tersebut, tidak membaca
dan menghafalkan yang lain, kecuali Al-Quran hingga ia melekat dan mantap dalam
hati sanubari dan fikiran.
Kerana Al-Quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang
Dasar dan risalah lengkap dan terlalu banyak mnceritakan tentang Rasulullah saw
yang teristimewa. Tambahan lagi sewaktu wafatnya baginda Nabi saw, saat baru
tercetusnya usaha menghimpunkan Al-Quran, maka ditakuti jika dihafal hadith
pada ketika itu ianya akan mengundang campur aduk terhadap hadith dan quran!
Oleh karena ini, Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu
dengan Al-Quran karena dia adalah kalam Allah.” Dan katanya lagi: “Kurangilah
olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang mengenai amal
perbuatannya!”
Dan sewaktu beliau mngutus Abu Musa al-Asy’ari ke Irak
beliau berpesan kepadanya: “Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang
dalam mesjid mereka terdengar bacaan Al-Quran seperti suara lebah. maka
biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan mereka dengan hadith-hadith,
dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini!”
Al-Qur’an sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat,
hingga terjamin keasliannya tanpa dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun
hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari pemalsuan atau perubahan
atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah SAW dan
merugikan Agama Islam.
Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi beliau
juga percaya terhadap dirinya dan teguh memenuhi amanat, hingga beliau tak mahu
menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan ilmu selama diyakininya bahwa
menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.
Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi
dadanya berupa Hadith yang pernah didengar dan ditangkapnya tetap jua
disampaikan dan dikatakannya.
Hanya terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang
menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah ini, karena sering kali beliau berucap
berkenaan Haditsnya maka akan adanya tukang hadits yang lain yang akan
menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw dengan menambah-nambah dan
melebih-lebihkan hingga para sahabat merasa sulit terhadap sebahgian besar dari
Hadith-hadithnya. Orang yang sering berbuat demikian adalah Ka’ab al-Ahbaar,
seorang Yahudi yang masuk Islam.
Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji
kemampuan menghafal dari Abu Hurairah. Maka dipanggilnya beliau dan dibawanya
duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk mengkabarkan hadith-hadith dari
Rasulullah saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya menuliskan apa yang
diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun,
dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan sekali lagi
Hadith-hadith tersebut yang telah ditulis sekretarinya. Ternyata tak ada yang
terlupa oleh Abu Hurairah walau sepatah kata pun!
beliau berkata tentang dirinya, — “Tak ada seorang pun
dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadith dari padaku,
kecuali Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, karena beliau pandai menuliskan sedangkan
aku tidak.” Dan Imam Syafi’i mengemukakan pula pendapatnya tentang Abu
Hurairah: — “beliau seorang yang paling banyak menghafal di antara seluruh
perawi Hadith yang sesamanya.” Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: –“Ada
delapan ratus orang atau lebih dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu yang
meriwayatkan Hadits dari Abu Hurairah.”
Demikianlah Abu Hurairah ra tidak ubah bagai suatu
perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan kebijaksanaannya dan keabadiannya
bagi menyampaikan risalah dari baginda nabi rasulullah saw.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.