Bangsa Indonesia Bangsa Pemberani
Pertempuan di Surabaya 71 tahun silam yang
hingga kini kita peringati sebagai Hari Pahlawan merupakan salah satu peristiwa
historis terbesar sepanjang sejarah bangsa ini. Betapa tidak, selang beberapa
bulan proklamasi kemerdekaan, kaum penjajah ingin kembali mengintervensi
kedaulatan negara ini secara masif, bahkan dengan menunggangi pasukan – pasukan
sekutu untuk melancarkan serangan mereka. Sayang, upaya itu tidaklah berjalan
dengan lancar sebab ditengah euforia kemerdekaan yang begitu berapi – api
dikobarkan di seluruh penjuru negeri. Perlawanan Indonesia pada November 1945
merupakan perang pertama di dunia setelah Hitler ditumbangkan pada Mei 1945.
Beberapa insiden yang sangat momentum menjadi
sakral hingga saat ini dan selalu identik dengan peringatan akan perjuangan
para pahlawan dalam pertempuran mati – matian yang menewaskan dua orang
jenderal Inggris pada saat itu. Penyobekan bendera Belanda di atap Hotel Yamato
(sekarang Hotel Majapahit), Pidato Bung Tomo yang berapi – api hingga kronologi
tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby yang sangat dramatis pun menjadi bumbu dari
sikap patriotik para pejuang saat itu.
Peristiwa di atap Hotel Yamato menjadi saksi
deklarasi nasionalisme oleh arek
– arek suroboyo. Belanda digebuk habis – habisan, lalu beberapa
orang pemuda naik ke atas atap Yamato dan merobek warna biru bendera Belanda,
sementara warna merah dan putih dikibarkan sebagai bendera Indonesia. Sekejap
rakyat Surabaya langsung terdiam. Indonesia raya berkumandang dengan suara yang
gemetar. Hari itu, rakyat Indonesia menunjukkan taringnya sebagai negara yang
merdeka.
Ultimatum
kepada masyarakat Surabaya untuk menyerahkan senjata sampai tanggal 10 November
1945 tidak diambil pusing, sebab para pejuang lebih memilih untuk mengokang
senjata dan bertarung hingga titik darah penghabisan. Merdeka atau mati,
demikian semboyan yang kerap dikumandangkan. Lewat pidato Bung Tomo yang berapi
– api, sinyal perang digulirkan.
Para pemuda membangun benteng – benteng,
menjalin kawat berduri hingga bersembunyi di jendela – jendela toko, tanda siap
tempur. “Kita tidak mau dijajah kembali, merdeka…!!” demikian pernyataan yang
diteriakkan oleh Gubernur Surjo di depan beberapa tokoh pemuda.
Surabaya menjadi bombardir serangan dari
darat, laut dan udara. Inggris merasa mereka berada di atas angin, namun watak
orang Surabaya bukanlah seperti yang mereka duga. Pasukan rakyat yang walaupun
dengan senjata seadanya tetap bertahan dengan kobaran semangat yang membara,
melawan hingga titik darah penghabisan. Brigadir Jenderal Mallaby tewas di
dalam mobilnya, begitu pula Brigadir Jenderal Robert Guy Loder Symonds yang
tewas ketika melakukan patroli udara. Ini merupakan suatu peristiwa menohok
bagi Inggris, dimana mereka kehilangan dua jenderal besarnya.
Pasukan rakyat tidak hanya dari Surabaya.
Bala bantuan muncul dimana – mana, mulai dari Aceh, Medan, Bali, Mataram siap
turun menggempur sekutu. Pertempuran ini tercatat sebagai salah satu yang
paling brutal dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dengan senjata seadanya
mereka berjuang, menyingsingkan lengan baju dengan satu semboyan yang sama,
merdeka atau mati. Kedaulatan Indonesia ditegakkan hingga titik darah
penghabisan. Di akhir pertempuran selama berhari – hari, belasan ribu pasukan
Indonesia meregang nyawa, menjadi korban perang demi tegaknya kedaulatan
bangsa.
Kita bisa melihat bahwa perjuangan para
pahlawan pada saat itu bukanlah sesuatu yang main – main. Semangat kemerdekaan
yang terpatri di dalam diri membuat mereka mampu untuk menggoncangkan sebuah
perlawanan yang sangat besar. Tidak semua dari mereka merupakan anggota
militer. Tidak semua dari mereka pernah memegang senjata dan bertarung di medan
perang. Namun semangat mereka patut diperhitungkan. Keberanian mereka menjadi
landasan betapa kuatnya sebuah bangsa apabila rakyatnya bersatu dalam semangat
yang sama.
Bangsa ini terlahir dari sebuah keberanian.
Kita harus mengakui itu. Para pejuang yang telah menumpahkan darahnya untuk
kedaulatan negeri ini bukanlah mereka yang menginginkan kematian secara sia –
sia. Mereka telah menetapkan sebuah standar yang hakiki bahwa pemberani adalah
sebuah kata yang sanggup menggambarkan kepribadian Indonesia sebagai sebuah
bangsa. Keterbatasan yang bukanlah penghalang terbesar, sejauh api semangat
masih berkobar di dalam dada. Mereka telah pergi dan menjadi pahlawan, sekarang
tugas kita menjalankan makna keberanian dari sebuah perjuangan.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.