Inggris
Tersungkur di kaki Indonesia
Terus terang saya
baru tahu kalau Indonesia menang perang pada pertempuran 10 november 1945 di
Surabaya, melawan tentara veteran Perang Dunia II Inggris, Inggris yang
di takuti di Eropa pada Perang Dunia II bisa kalah juga!
Kesimpulannya adalah kekuatan bersenjata lengkap dan personil terlatih bukan
jaminan menang perang , dan ini terbukti di Surabaya. Pada masa Nabi SAW di
perang Badar, pada masa Islam menaklukan Romawi dan Persia, dan mungkin sebagai pelajaran ketika Amerika cuma bisa
menang perang VERSI Hollywood melawan Vietnam, padahal kenyataannya kalah
perang.
Kita
ambil pelajaran kalau perang fisik Islam di Indonesia melawan
Inggris bisa saja menang, Tapi pada saat ini musuh telah mengambil pelajaran
bahwa mereka harus menaklukan dengan cara lain, yaitu dengan perang melalui
pemikiran diantaranya Filsafat materialisme dan tehnik adu domba sesama
kelompok Islam. Dan hasilnya bisa kita lihat sendiri ! Ternyata perang melawan
nafsu adalah perang yang lebih berat. Di bawah ini sebagian kisah Perang Surabaya
saya copas dari www.sarkub.com
Kisah
heroic pejuang-pejuang kita ini, terekam dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tentara inggris menyebut
“Battle of Surabaya” sebagai “inferno” atau neraka
di timur Jawa dimuat majalah New York Times
edisi 15 November 1945. Dalam perang lima tahun dengan NAZI, Inggris tidak
pernah kehilangan satu Jenderal pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat
seorang Jenderal terbunuh. Inilah yang membuat marah Inggris. Di Singapura para
panglima Inggris berkumpul. “Kita
sudah kalah di Surabaya” kata seorang Panglima….
Di
Tanjung Mas, Surabaya Pasukan sekutu mendarat dan membebaskan banyak interniran
perang Belanda. Banyak eks orang kaya Belanda langsung lupa diri, mereka
kemudian berpesta. Di Hotel Yamato, para orang kaya Belanda menyiapkan pesta
untuk mengganti nama Hotel Yamato ke nama semula yaitu: Hotel Oranje. Proses
penggantian nama ini kemudian diikuti oleh pengerekan Bendera Belanda di atas
hotal Yamato. Karena kedudukannya merasa kuat, sekelompok orang Belanda di
bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari tanggal 18 September 1945,
tepatnya pukul 21.00 mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru)
Paginya
pengibaran bendera Belanda bikin perhatian banyak orang yang sedang berjalan
kaki. Pemuda-pemuda yang dilapori rakyat bahwa Belanda mengibarkan bendera
langsung ngasah bambu runcing, beberapa pemuda melapor ke Wakil Residen (Fuku
Syuco Gunseikan) Surabaya: Sudirman. “Lha,
kan sudah ada perintah dari Jakarta untuk mengibarkan bendera merah
putih” , kata Sudirman sambil memegang surat perintah 1
September 1945 tentang bendera merah putih lalu membawanya ke Hotel Yamato.
Disana
Sudirman dikawal Sidik dan Haryono. Sampai di depan kerumunan massa, Sudirman
ditemui beberapa orang pemuda yang kalap “Kita bakar saja hotel ini” Sudirman
menahan ide pemuda itu, lalu ia segera masuk ke ruang lobi Hotel. Disana
Sudirman disoraki orang-orang Belanda yang sedang menyiapkan acara dansa.
“Mana
Pemimpin Belanda disini..!!” kata Sudirman sambil kedua
tangannya memegang pinggang. “Saya
kamu mau apa?” kata Ploegman dengan pandangan menghina. Lalu
Sudirman menunjukkan surat perintah Djakarta tentang pengibaran bendera “Kamu bisa baca ini?”
Ploegman
mengibaskan tangannya dan mengenai surat itu langsung terjatuh ke lantai. Sidik
yang melihat kelakuan kurang ajar Ploegman langsung memegangi leher Ploegman,
lalu Ploegman mengeluarkan pistol dan mengarahkan ke Sudirman. Tak lama
kemudian dari belakang pistol meletus dan mengenai punggung Sidik. Sidik
langsung jatuh dan mati, lalu beberapa orang Belanda mau mengeroyok Sudirman
dan Haryono. Para pemuda menerobos masuk dan terjadilah perkelahian seperti di
bar-bar, beberapa orang Belanda digebuki sampai mati.
Di luar
keadaan semakin memanas, beberapa orang pemuda naik ke atas dan merobek warna
biru Belanda, lalu mengibarkan sisa bendera robekan itu: Merah Putih, sekejap
rakyat Surabaya terdiam lalu menangis, beberapa diantara dengan semangat
menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan suara gemetar. Hari itu rakyat Surabaya
memiliki keIndonesiaannya.
Sejak
Insiden Yamato itu kemudian pemuda menyerang pos-pos militer sekutu. Perang
kecil-kecilan terjadi, barulah pada akhir Oktober 1945 terjadi perang besar.
Inggris mengirimkan Hawthorn untuk melobi Sukarno di Djakarta. Sukarno langsung
berangkat ke Surabaya, ditengah tembakan mendesing Sukarno menemui beberapa
pemuda dan memerintahkan menghentikan tembakan “Musuh kita bukan sekutu, mereka hanya membebaskan
tawanan perang..” kata Sukarno. Para pemuda menuruti apa kata
Sukarno. Lalu gencatan senjata terjadi.
Mallaby
yang saat itu berpangkat Mayor Jenderal dengan senang hati menerima perintah
memimpin pasukan Brigade 49 yang terkenal nekat dan berhasil menghajar Jepang
pada perang Burma 1944. Pangkat Mayor Jenderal pun diturunkan menjadi Brigadir
Jenderal, karena pangkat seorang komandan Brigade Inggris adalah Brigjen.
Mallaby
yang saat itu menjadi saksi atas gencatan senjata memerintahkan pasukannya
untuk menarik diri dari semua pertempuran. Keputusan itu ditandatangani 29
Oktober 1945. Namun informasi gencatan senjata ternyata tidak sampai ke seluruh
pasukan. Ada pasukan kecil India (Gurkha) yang membangun benteng pasir di bawah
Jembatan Merah Surabaya. Mereka menembaki segerombolan pemuda. Para Pemuda
membalas berondongan senjata dengan serbuan bambu runcing, naas bagi Mallaby
yang dikiranya kota sudah aman dia berjalan-jalan malam untuk mencari restoran
yang masih buka, ia lapar. Dengan naik mobil Buick ia bersama pengawalnya
berkeliling Surabaya, di dekat jembatan merah ia malah masuk ke wilayah
Republik, kemudian ada pistol menyalak ke dada Mallaby. Seketika Mallaby mati
kemudian ada granat masuk ke dalam mobil Mallaby, mobil Mallaby meledak hebat.
Mayatnya terpanggang di dalam.
Sampai
sekarang siapa yang nembak Mallaby, siapa yang melempar granat tidak diketahui,
apakah ini mainan intelijen Belanda, NEFIS atau memang sebuah aksi spontan
pemuda. Namun yang jelas dari sinilah Perang Surabaya bermula.
Dalam
perang lima tahun dengan NAZI, Inggris tidak pernah kehilangan satu Jenderal
pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang Jenderal terbunuh. Inilah
yang membuat marah Inggris. Lalu dengan cepat Mountbatten menunjuk Mayor
Jenderal Mansergh sebagai kepala pasukan Inggris di Surabaya untuk membereskan
kota Surabaya. Mayjen Mansergh yang jago perang dunia itu langsung mengambil
keputusan untuk melucuti semua orang Surabaya.
“Hak apa
orang Inggris memerintahkan orang Surabaya sebuah bagian dari negara
berdaulat” teriak Bung Tomo sambil menggebrak meja setelah mendapatkan
laporan bahwa ada ultimatum bahwa orang Surabaya harus menyerahkan senjata
sampai tanggal 10 November 1945.
“Wah
perang ini” kata Bung Tomo di depan banyak temannya. Beberapa jam kemudian
Bung Tomo memerintahkan anak buahnya untuk menyiapkan mobil lalu pergi ke Tebu
Ireng, Jombang. Disana ia berjumpa dengan Hadratus Sjaikh Hasjim As’ary (kakek
Gus Dur) untuk meminta nasehat & wejangan. “Perang ini akan jadi perang sahid, perang suci karena
membela tanah air, tapi sebelum saya putuskan menyerang sekutu kamu sebaiknya
kamu dzikir dulu, saya menunggu seorang Kyai dari Cirebon (kyai abbas buntet, red)”, kata
Hadratus Sjaikh Hasjim As’ary.
Seruan
Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh para ulama, akhirnya benar-benar membakar
semangat pertempuran surabaya. Dan
mempermalukan pasukanan sekutu sebagai pemenang perang dunia. Para kiai dan
pendekar tua membentuk barisan pasukan Sabilillah yang dikomandani oleh KH.
Maskur. Para santri dan pemuda berjuang dalam barisan pasukan Hizbullah yang
dipimpin oleh H. Zainul Arifin. Sementara para kiai sepuh berada di barisan
Mujahidin yang dipimpin oleh KH. Wahab Hasbullah. Para kiai dan santri berbaur
dengan pasukan reguler melawan pasukan pemenang Perang Dunia II. Dari Markas
Jombang pertempuran surabaya dikendalikan.
Mendapat
jaminan dan restu dari tokoh ulama Hadratus Sjaikh Hasjim As’ary, Bung Tomo
kembali langsung ke Surabaya dan meneriakkan di corong “Radio Pemberontak”
…Saudara-saudara
Allahu Akbar!!… Semboyan kita tetap: MERDEKA ATAU MATI.
Dan kita
yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan
kita
sebab
Allah selalu berada di pihak yang benar
percayalah
saudara-saudara,
Tuhan
akan melindungi kita sekalian.
Allahu
Akbar…!! Allahu Akbar…! Allahu Akbar…!!!
MERDEKA!!!
Mendengar
pidato Bung Tomo, orang Surabaya paham itu isyarat perang. Mayjen Mansergh juga
ambil kesimpulan bakal ada perang beneran. Akhirnya tanggal 10 November tiba,
sirene pagi berbunyi keras dan tak satupun rakyat Surabaya yang datang ke pos
militer sekutu untuk menyerahkan senjata.
Para
pemuda membangun benteng-benteng pasir, menjalin kawat berduri, bersembunyi di
jendela-jendela toko sudah perseneleng siap tempur.
Pagi hari
Gubernur Surjo mendatangi beberapa tokoh pemuda. Gubernur Soerjo bilang “ini
sudah keterlaluan Inggris, sudah tidak menganggap Pemerintahan Djakarta itu
ada, tidak ada Republik Indonesia” lalu Gubernur Soerjo dengan blangkonnya
berpidato “kita tidak mau dijajah kembali, Merdeka….!!”
Jam 6
pagi dari arah pelabuhan di Surabaya Utara, kanon-kanon kapal perang Inggris
sudah mengarah ke kota. Tembakan pertama meletus jam 6.10 dari sebuah kapal
kemudian meletus lagi dari semua kapal berikutnya seluruh wilayah kota yang
dekat dengan pelabuhan jadi korbannya.
Wilayah
Surabaya Utara dihuni oleh banyak orang-orang Cina, Arab, India dan beberapa
pedagang dari Bugis. Rata-rata dari mereka adalah pedagang. Rumah-rumah mereka
hancur dengan tanah, tembakan kanon terus menerus menghancurkan Pasar Turi,
Kramat Gantung dan Pasar Besar. Beberapa tempat sudah tak berbekas. Jam 7 pagi
pasukan Inggris mulai masuk ke Surabaya.
Mereka
masuk ke kampung-kampung dan menembaki rakyat dengan membabi buta, ada orang
tembak, ada pemuda tembak mati. Sekutu menendangi rumah penduduk dan mencari
senjata, bila ada yang melawan tembak mati.
Rakyat
Surabaya belum melawan, mereka masih siaga di posisinya masing-masing, belum
ada perintah tembak dari Djakarta. Para penggede militer TKR di Djakarta
dilapori situasi Surabaya terutama penembakan kanon di Surabaya Utara. Amir
Sjafruddin yang saat itu mengurusi pertahanan langsung memerintahkan “Lawan…!!”. Lalu datanglah
perintah dari Djakarta agar rakyat Surabaya melawan.
Jam 9.15
milisi Surabaya sudah dapat kabar bahwa Jakarta menyetujui perang, lalu
tembakan pertama kali terjadi di Pasar Turi dari pihak Republik. Di batas-batas
kota rakyat mulai berdatangan memasuki kota, ratusan ribu orang memasuki kota
Surabaya mempertahankan kedaulatan bangsanya yang sedang dihina Inggris dan
Belanda.
Pasukan
resmi tentara juga mulai mengoordinasi, semuanya ikut dalam barisan milisi,
pertahanan Republik langsung dibangun dari arah barat ke Timur, wilayah Asem
Jajar dijadikan wilayah perang pertama antara sekutu dan Republik. Di wilayah
ini pasukan sekutu berhasil dipukul mundur, beberapa dari mereka tewas ketika
pasukan bambu runcing nekat maju dan masuk ke lobang pasir dimana mitraliyur
ditaruh. Di selatan Pasar Turi pasukan Inggris menerobos masuk tapi ditembaki
dari gedung-gedung oleh pasukan rakyat.
Jam 10.12
di langit Surabaya suara pesawat menderu-deru kencang. Rupanya Inggris
mengerahkan pasukan Royal Air Force (RAF) langsung dari pangkalan militernya di
Burma. Pasukan RAF yang dikerahkan ini adalah veteran perang dari Perang Dunia
kedua yang mengebom Berlin.
Tapi
sekarang bukan Berlin yang dibom tapi Kota Surabaya, mereka mengebom
kantor-kantor pemerintahan, gedung-gedung sekolah. Bila tahun 1940 Inggris
dibombardir Jerman, maka Inggris mengulangi kejahatan Jerman dengan
memborbardir kota Surabaya, banyak orang tertembak mati kena runtuh gedung, dan
orang yang tertembak mitraliyur pesawat, Inggris seperti pasukan gila yang
mengamuk habis-habisan.
Tapi
Inggris belum kenal watak orang Surabaya yang panas. Pasukan rakyat kemudian
mengambil beberapa mitralyur anti pesawat buatan Jepang dan menembaki skuadron
pasukan RAF. Dua pesawat kena tembak salah satunya adalah seorang jenderal yang
bernama Brigjen Robert Guy Loder Symonds seorang komandan pasukan Artileri yang
sedang melakukan survey udara. Jenderal ini kemudian dibawa ke Jakarta dan
dimakamkan di Kramat Pulo, Menteng.
Pertempuran
makin meluas, sampai ke Kali Mas. Di pinggir Kali Mas pasukan sekutu langsung
menggempur pasukan rakyat. Jam 12 siang hari pertama, pasukan infanteri mulai
mendarat sekitar 20.000 orang, inilah pasukan terbesar Inggris setelah perang
dunia selesai, dan merupakan perang paling brutal sepanjang sejarah pertempuran
pasukan Inggris.
Dari
Radio hampir seluruh rakyat Indonesia menunggu laporan-laporan dari
perkembangan perang, mereka menunggu pidato Bung Tomo. Semua mendekatkan
telinga mereka di radio. Pada hari itu juga banyak dari orang-orang Indonesia
di tempat lainnya menyiapkan diri untuk perang ke Surabaya. Sekitar 20.000
orang Bali sudah siap masuk ke Surabaya, beberapa bisa menyusup dan langsung
menggempur sekutu. Dari Aceh sudah disiapkan ribuan orang pengiriman, di Medan
ribuan orang berkumpul untuk bersiap diberangkatkan ke Surabaya, di Lombok
Mataram di depan para Ulama, rakyat Lombok siap mati dan akan berangkat ke
Surabaya. Di Yogyakarta sudah mulai ada pengiriman pasukan, Malang sudah kirim
pasukan sementara Djakarta masih menunggu perkembangan, penggede-penggede
Djakarta masih berharap perang bisa diselesaikan dengan cepat.
Di
wilayah lain di luar Surabaya, Jenderal Sudirman dan para staf-nya memutuskan
untuk memotong rantai logistik sekutu. Jadi 20 ribu pasukan infanteri bakalan
terlokalisir dan digebuki rakyat Surabaya. Taktik ini berhasil, laskar-laskar
rakyat di Jawa Barat menghadang pasukan logistik sekutu yang mau masuk dari
arah barat, di Malang gudang logistik pasukan sekutu dihancurkan, otomatis
selama 5 hari pasukan sekutu terkunci dari semua pintu masuk kota, sementara
ribuan orang Indonesia terus mengalir memasuki kota dengan senjata apa adanya
berperang melawan sekutu.
Pasukan
sekutu mulai stress, karena logistik tidak ada, bantuan tempur logistik yang
diterjunkan dari pesawat kemakan orang-orang Republik, bahkan nyaris tidak ada
logistik yang berhasil didapatkan pasukan Inggris. Mereka sudah terkunci dan
terkepung oleh seluruh orang Indonesia yang mengitari mereka, keberadaan
pasukan Inggris dari Brigade 49 tinggal menghitung waktu.
Tempat-tempat
dimana pos pasukan Inggris berada di blokade total, tak ada listrik, tak ada
makanan, mereka harus berjaga 24 jam agar jangan sampai ditembaki Republik yang
terus menerus nggan berhenti. Di hari kelima pertempuran mulai jarang tembakan
dari pasukan sekutu, pasukan Inggris mulai kehabisan amunisi, beberapa orang
Surabaya nekat masuk ke pos-pos Inggris dan meledakkan granat, inilah yang
mereka takutkan. Dalam kondisi rusak mental inilah, pasukan Brigade 49 mulai
teriak-teriak ke markas mereka di Djakarta bahwa mereka sudah terdesak.
Rahasia
kekalahan Inggris ini disimpan rapi-rapi, jangan sampai Penggede Republik
Indonesia tahu, mereka berlagak ja’im dan masih mencitrakan diri sebagai
pemenang perang di Surabaya. Begitu juga dengan pemimpin di Jakarta yang tidak
begitu mengetahui perkembangan perang di Surabaya, mereka sudah ‘underestimate’
bahwa perang akan dimenangkan oleh Inggris.
Di
Singapura para panglima Inggris berkumpul. “Kita sudah kalah di Surabaya” kata seorang Panglima.
“Pasukan kita sudah kelaparan, tidak ada lagi pasokan”, memang saat
itu pasukan sekutu sudah amat kelaparan. Mereka tidak dapat pasokan logistik,
sementara para pejuang Republik dapat pasokan terus menerus nasi bungkus,
pisang, dan banyak bahan makanan dari rakyat yang sukarela membuatkan masakan
di dapur umum. Bahkan beberapa pasukan Inggris seperti anjing kelaparan saat
melihat sisa nasi bungkus bahkan yang udah basi, mereka ambil dan makan.
“Keadaan
ini harus dirahasiakan”. Bagaimanapun pasukan Brigade 49
dari Divisi V adalah pasukan kebanggaan Inggris, mereka dijuluki “Fighting
Cock” pada Perang Burma 1944, merekalah yang merebut satu persatu wilayah Burma
dengan sistem gerilya hutan, kini Brigade itu perlahan-lahan mati kelaparan,
digebukin dan ditembakin.
Lalu para
Panglima itu mengutus Admiral Heifrich menemui Presiden Sukarno. Heifrich mengakui
sendiri dalam buku biografinya, ‘Keputusan
untuk menghentikan perang, satu-satunya hanya pada Presiden Sukarno”, apa
yang dilakukan Heifrich ini bila diperhatikan sangat aneh untuk watak Inggris
yang amat ksatria. Karena saat ultimatum, Inggris sempat menganggap
Pemerintahan Republik Indonesia tidak ada, lantas setelah pasukan Brigade 49
sudah kalah dan terjepit ia merengek
minta tolong pada Sukarno.
Disinilah
kesalahan Sukarno paling fatal, ia masih termakan halusinasi bahwa sekutu
adalah pihak yang menang perang dan merupakan alat yang baik untuk berdiplomasi
dengan Belanda. Sukarno nggak paham kekuatan bangsa sendiri, ia tidak langsung
melihat pertempuran, jalan diplomatiknya yang dipilih merupakan blunder besar
dalam perang Kemerdekaan 1945-1949.
Perang
Surabaya yang berlangsung selama tiga minggu, di minggu pertama dimenangkan
oleh pihak Republikein, tapi karena keputusan Sukarno yang memerintahkan
penghentian perang, sehingga Jenderal Sudirman membuka blokade lalu pasukan
Divisi V yang awalnya sudah diputuskan tidak akan masuk Surabaya karena takut
dihabisi, jadi masuk. Logistik yang tadinya terputus mengalir kembali.
Dan
kemudian Inggris mampu menghajar pasukan Republik. Lalu nggak berapa lama
Inggris menguasai kota Surabaya, karena sudah dapat suplai logistik dari
Jakarta.
Apakah
yang terjadi bila Sukarno tahu kebohongan Inggris, mulai dari Nota Chequers 24
Agustus 1945 sampai pada rahasia pasukan Brigade 49 yang kocar-kacir. Sukarno
saat itu berada pada persimpangan politik yang amat tragis. Di satu sisi hanya
dia-lah yang dipercaya rakyatnya, di sisi lain dia tidak mau perang dengan
sekutu, karena nama Sukarno sudah tercatat sebagai kolaborator. Bila Sukarno
diambil pihak sekutu, Sukarno kuatir Indonesia akan kehilangan pemimpin.
Kesalahan
besar Sukarno yang menghentikan perang ini juga sama fatalnya dengan perintah
Sukarno agar melarang pasukan KKO pimpinan Mayjen Hartono masuk ke Djakarta di
tahun 1966 untuk memberikan pelajaran bagi Suharto. Sukarno memang pribadi yang
menarik tapi ketika ia harus masuk ke dalam situasi perang nampaknya ia lebih
memilih menghindar.
Padahal
perang Surabaya adalah sebuah drama besar yang bisa dijadikan landasan untuk
merdeka sepenuhnya, Perang Surabaya juga dikabarkan lewat radio-radio dan
didengarkan oleh para pejuang di banyak negara terjajah seperti Vietnam dan
Burma, dari perang inilah kemudian membangkitkan semangat mereka melawan
Kolonialisme.
Pelajaran
dari sejarah ini adalah ketika kita sudah pada situasi perang, janganlah kita
hentikan dengan diplomasi, janganlah kita memberikan tempat pada lawan. Kita
harus percaya atas kemampuan diri sendiri. Di Surabaya 1945 menjadi pengetahuan
bagi kita bahwa kita bangsa berani dan Berdaulat