KONTAMINASI
MIKOTOKSIN PADA BUAH SEGAR
DAN
PRODUK OLAHANNYA SERTA PENANGGULANGANNYA
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara
tropis yang memungkinkan aneka tanaman buah tumbuh dan berproduksi. Penerapan teknologi produksi dan penanganan pascapanen yang kurang memadai akan
mengakibatkan inkonsistensi mutu
buah yang dihasilkan. Kontaminasi mikotoksin merupakan salah satu masalah
pascapanen produk pertanian di Indonesia.
Penelitian mengenai
kontaminasi mikotoksin pada komoditas buah di Indonesia belum banyak diungkapkan, namun penelitian sejenis
sudah banyak dipublikasikan di luar negeri, terutama kontaminasi mikotoksin pada aneka buah subtropis.
Beberapa jenis mikotoksin
yang umumnya mencemari aneka buah subtropis dan produk olahannya adalah patulin, aflatoksin,
okratoksin, dan alternariol.
Genus kapang yang
teridentifikasi pada buah dan berpotensi
menghasilkan mikotoksin antara lain adalah Fusarium
sp., Aspergillus sp., Penicillium sp.,
dan Alternariasp.
Penanganan pascapanen buah
merupakan salah satu titik kritis terjadinya infeksi kapang penghasil
mikotoksin. Penanganan buah
seperti pemanenan yang tepat, penanganan pascapanen yang baik, pembuangan
kotoran, dan pencucian dapat
menurunkan tingkat kontaminan pada buah segar.
Pada buah olahan seperti
sari buah, untuk menurunkan
kontaminan dapat dilakukan dengan penghilangan bagian buah yang berkapang,
perlakuan enzim, dan penjernihan
MIKOTOKSIN UTAMA
PADA BUAH
Mikotoksin merupakan racun
yang di-keluarkan oleh kapang
dan bersifat mengganggu
kesehatan. Fox dan Cameron (1989)
dalam Maryam (2002) menyebutkan bahwa mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang tertentu selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan.
Konsumsi produk pangan yang
ter-kontaminasi mikotoksin
dapat menyebab-kan terjadinya
mikotoksikosis, yaitu gangguan
kesehatan pada manusia dan hewan
dengan berbagai bentuk peru-bahan
klinis dan patologis, misalnya dapat
menyebabkan penyakit kanker hati,
degenerasi hati, demam, pembengkakan
otak, ginjal, dan gangguan syaraf (Rahayu2006).
Pada umumnya, mikotoksin
bersifat kumulatif sehingga
efeknya tidak dapat dirasakan
secara cepat, tetapi harus melalui
analisis laboratorium terlebih dahulu
(Maryam 2002).
Dijelaskan pula bahwa indikasi adanya cemaran miko-toksin dapat diketahui melalui adanya infestasi kapang. Namun, pertumbuhan kapang tidak selalu identik dengan produksi mikotoksin karena berkaitan dengan kondisi tertentu agar kapang mampu menghasilkan mikotoksin.
Patulin
Patulin
(4-hydroxy-4H-furo{3,2c}pyran-2(6H)-one) merupakan racun metabolit yang
diproduksi oleh sejumlah kapang (Penicillium, Aspergillus, dan Bysso-chlamys)
yang biasa terdapat pada buah dan produk olahannya, terutama apel, dan Tabel 3.
Mikotoksin
yang dihasilkan oleh kapang. Kapang Jenis mikotoksin Fusarium sp. Dioksinivalenol,
T2 toksin, zearalenon, moniliformin, fumonisin Aspergillus terreus Citreoviridin,
terreic acid, patulin Aspergillus sp. Aflatoksin, asam kojat, asam aspergilat,
asam sikolopiazonat, patulin, stereo viridin, fumigatin, okratoksin, sterigmatosistin,
viriditoksin, sitrinin, palmotoksin, rubratoksin, luteoskirin, dekumbin,
viridikatin Penicillium sp. Patulin, okratoksin, sitrinin, luteoskirin,
tremorgenik, rubratoksin, mikofenolat, griseofulvin, fenitren, asam sekalonat Alternaria
sp.Asam tenuazonik Sumber: Rahayu (2006).
82 Jurnal Litbang Pertanian, 29(3), 2010 juga
ditemukan pada tomat, pisang, nenas, peach, aprikot, dan plum (Drusch danRagab
2003).
Patulin dihasilkan oleh sekitar 60 spesies dari 30
genus jamur. Kapang penghasil patulin yang utama adalah Penicillium expansum.
Infeksi P.expansum terutama disebabkan luka akibat serangga dan pengangkutan
yang menyebabkan masuknya kapang melaluisistem vaskuler dan lentisel.
Aflatoksin
Aflatoksin merupakan salah
satu dari limamikotoksin yang
harus diwaspadai mengingat Aspergillus
sp. Sebagai produsennya banyak
terdapat dan men-cemari pangan
dan produk pangan diIndonesia,
serta racun yang dihasilkan bersifat
karsinogenik, mutagenik, terato-genik,
dan imunosupresif bagi manusia.
Hasil penelitian aflatoksin
yang terus berkembang sejak
ditemukannya empat dekade silam
memperlihatkan bahwa produksi
aflatoksin merupakan hasil interaksi antara genotipe / strain dan lingkungan tempat tumbuh Aspergillussp. Saat ini dikenal enam jenis aflatoksin, yaitu B1, B2, G1, G2, M1, dan M2. Aflatoksin M1 dan M2 merupakan metabolit aflatoksin B1 dan B2 yang terhidroksilasi dan dapat dijumpai dalam susu dan olahan susu yang diperoleh dari hewan yang mengonsumsi pakan yang tercemar aflatoksin.
Urutan tingkat toksisitas berdasarkan kajian efek afla-toksin terhadap sel hati secara in vitro
adalah B1 > G1 > G2 > B2. Adapun karak-teristik
enam jenis aflatoksin tersebut
disajikan pada Tabel 4.
Okratoksin (OA) dan Alternariol Toksin
Okratoksin A (OA) mengandung
7-carboxy-5-chloro-8-hydroxyi-3,4-dyhidro-3R-etthylisocoumarine, mempunyai aktivitas imunosupresif, menghambat glukoneogenesis pada ginjal (Steyn
dan Vleggaar 1989), nepro-pati,
tumor ginjal (Hsieh 1989), dan
karsinogenik (Maryam 2002). Manusia
dapat terpapar okratoksin melalui
konsumsi bahan pangan yang terkon-taminasi
Penicillium dan Aspergillus, serta produk daging dari ternak yang pakannya terkontaminasi okratoksin (Hald1989).
Kapang penghasil okratoksin Antara lain adalah Aspergillus alliaceus, A. melleus, A. ostianus, A. petrakii, A.sclerotiorum, A. sulphureus, A. fumigatus, A. versicolor, A. carbonarius, A. niger, A.ochraceus, P. verrucosum (Drush dan
Ragab 2003), dan P. viridicatum (Kuiperdan
Goodman 1996 dalam Maryam
2002).
Okratoksin lebih sering terdeteksi pada anggur merah daripada anggur rosedan
putih (Belli et al. 2002).
Okratoksin Adikenal paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam. Okratoksin A terdeteksi pada 45% contoh anggur putih, serta masing-masing 66% dan 71% pada anggur rose
dan merah.
Dijelaskan pula bahwaa kumulasi OA berkaitan dengan suhu yang tinggi yang memicu pertumbuhan spesies Aspergillus penghasil OA lebih tinggi melampaui Penicillium.
Selain itu,okratoksin juga banyak ditemukan pada kopi, daging babi, dan daging ayam ( Maryam 2002; Yani 2008). Pada komoditas kopi, negara pengimpor mensyaratkan kadar OA yang sangat rendah, yaitu maksimum 4 ppb atau bahkan bebas OA.
.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.