Kacang tanah beracun
Aflatoksin merupakan
segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi)
yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan.
Racun ini pertama kali secara tidak sengaja ditemukan pada tahun 1960-an, di
mana lebih dari seratus ribu kalkun mati oleh sebab Turkey X disease.
Kejadian serupa terjadi pula Uganda dan Kenya.
Para ahli jamur (mikolog) menemui bahwa kacang tanah dari Brazilia tak cocok dan beracun bagi
bebek. Para peneliti dari Inggris kemudian menemui penyebab matinya ternak itu
oleh sebab kacang tanah yang beracun, yang dijadikan sebagai makanan ternak
tersebut.[1]
Spesies
penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis kapang) dari genus Aspergillus, terutama A. flavus (dari
sini nama "afla" diambil) dan A. parasiticus[2] yang berasosiasi dengan
produk-produk biji-bijian berminyak atau berkarbohidrat tinggi. Kandungan
aflatoksin ditemukan pada biji kacang-kacangan (kacang tanah, kedelai, pistacio, atau bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, jahe, lada,
serta kunyit), dan serealia (seperti gandum, padi, sorgum, dan jagung).[1] Aflatoksin juga dapat dijumpai
pada susu yang dihasilkan hewan ternak yang memakan produk yang terinvestasi kapang tersebut. Obat juga
dapat mengandung aflatoksin bila terinfestasi kapang ini.
Praktis
semua produk pertanian dapat mengandung aflatoksin meskipun biasanya masih pada
kadar toleransi. Kapang ini biasanya tumbuh pada penyimpanan yang tidak
memperhatikan faktor kelembaban (min. 7%) dan bertemperatur tinggi. Daerah
tropis merupakan tempat berkembang biak paling ideal.
Toksin
ini memiliki paling tidak 13 varian, yang terpenting adalah B1, B2,
G1, G2, M1, dan M2. Aflatoksin B1 dihasilkan
oleh kedua spesies, sementara G1 dan G2 hanya
dihasilkan oleh A. parasiticus. Aflatoksin M1, dan M2ditemukan
pada susu sapi dan merupakan epoksida yang menjadi senyawa antara.
Aflatoksin
B1, senyawa yang paling toksik, berpotensi merangsang kanker, terutama kanker hati. Serangan toksin yang paling
ringan adalah lecet (iritasi) ringan akibat kematian jaringan (nekrosis). Pemaparan pada kadar tinggi dapat
menyebabkan sirosis, karsinoma pada hati, serta gangguan pencernaan, penyerapan bahan makanan,
dan metabolisme nutrien. Toksin ini di hati akan
direaksi menjadi epoksida yang sangat
reaktif terhadap senyawa-senyawa di dalam sel. Efek karsinogenik terjadi karena basa N guanin pada DNA akan
diikat dan mengganggu kerja gen.
Pemanasan
hingga 250 derajat Celsius tidak
efektif menginaktifkan senyawa ini. Akibatnya bahan pangan yang terkontaminasi
biasanya tidak dapat dikonsumsi lagi.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.