Total Pageviews

Sunday, 1 July 2018

Allah rahmatkan Imam Bukhari dari Buta







Nama ayah Imam Bukhari adalah Isma’il, dengan kun-yah (nama panggilan) Abul Hasan. Beliau adalah salah satu guru besar dalam ilmu hadist, termasuk murid sekaligus teman Imam Malik bin Anas rohimahullah (pengarang kitab Muwattho’ dan salah satu imam madzhab yang empat). Namun sangat disayangkan, sampai hari ini tidak ada satupun karya atau karangan kitab beliau yang terdeteksi. Beliau juga meriwayatkan hadits dari Hammad bin Zaid, Imam Malik, Abu Mu’awiyah, dan dari para ulama hadits lain di zamannya. Beliau juga sempat bertemu dengan ‘Abdullah bin Mubarak dan mengambil faidah darinya. Murid-murid beliau adalah penduduk Iraq seperti Ahmad bin Hafsh, Nash bin Al Husein, dan yang lainnya.

Imam Bukhari menyebutkan tarjamah (biografi) ayahnya di dalam kitab beliau At-Taarikh Al-Kabiir, begitu pula Al-Hafizh Ibnu Hibban di dalam kitabnya Ats Tsiqoot. Ayah Imam Bukhari dikenal sebagai seorang yang bertaqwa dan bersikap wara’. Ahmad bin Hafsh suatu kali bercerita bahwa ia pernah berkunjung ke kediaman ayah Imam Bukhari di saat beliau mengalami sakit yang merenggut nyawanya, lalu beliau (Isma’il) berkata: 

لَا أَعْلَمُ مِنْ مَالِيْ دِرْهَماً مِنْ حَرَامٍ وَلَا دِرْهَماً مِنْ شُبْهَةٍ

“Aku tidak mengetahui sedirham pun dari hartaku yang haram, dan tidak pula (harta) yang mengandung syubhat.”

Ibnu Hafsh berkata setelah mendengar perkataan ayah Imam Bukhari: “Seketika diriku merasa kerdil pada saat itu.”

Di antara keistimewaan dan keutamaan Imam Bukhari dan ayah beliau (Isma’il) ialah sama-sama berkecimpung dalam dunia hadits, keduanya adalah ahli hadits yang semakin jarang keberadaannya.

Selain itu, ayah Imam Bukhari juga memiliki madrasah (sekolah) dimana Ahmad bin Hafsh menjadi salah satu gurunya. Hal ini menunjukkan perhatian Isma’il terhadap ilmu. Beliau ternyata juga seorang yang diberikan kelebihan untuk menafsirkan mimpi, ini juga menunjukkan ilmu dan keutamaan serta keshalehan yang dimilikinya.



Ibunda Imam Bukhari

Ibu Imam Bukhari ternyata juga seorang ahli ibadah, sehingga beliau dianugerahi karamah karena ketaatannya. Di antara karamah yang beliau miliki ialah doa yang mustajab. Dikisahkan, Imam Bukhari kecil pernah kehilangan penglihatannya, tidak ada satupun tabib yang mampu mengobatinya, hingga pada suatu malam, sang ibu bermimpi bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alahis salam yang mengatakan bahwa anaknya, yaitu Imam Bukhari, telah dikembalikan penglihatannya oleh Allah subhaanahu wa ta’ala, tidak lain disebabkan oleh doa yang sering beliau panjatkan.

Ternyata memang benar, pada pagi harinya Imam Bukhari bisa melihat seperti sedia kala, Allahu Akbar..!! Namun, sayang sekali tidak diketahui dengan pasti penyebab hilangnya penglihatan Imam Bukhari. Pada akhirnya beliau bisa melihat kembali dan penglihatannya lebih tajam dari sebelumnya, sehingga beliau dapat mengarang kitab At Taarikh Al Kabiir di bawah cahaya rembulan.

Imam Subkiy rohimahullah berkata bahwa Imam Bukhari pernah kehilangan penglihatannya sebanyak dua kali. Yang pertama di masa kecilnya (sebagaimana yang dikatakan oleh ahli sejarah), dan yang kedua ketika beliau bepergian untuk mencari hadits dikarenakan terik matahari yang sangat menyengat, saat berada di daerah Khurasan. Alhamdulillah, setelah dianjurkan oleh seseorang untuk mencukur rambutnya dan menutupinya dengan sejenis bunga yang daunnya seperti daun keladi, akhirnya beliau dapat melihat kembali.

(Dinukil dari kitab Siirotu Al-Imaam Al-Bukhooriy, karya Syeikh ‘Abdussalam Al-Mubarokfuuriy rohimahullah)


Faidah

1)  Bagi setiap orang tua (terutama bapak yang menjadi tulang punggung keluarga) hendaknya memastikan nafkah yang akan diberikan kepada anak dan istrinya adalah harta yang halal, bersumber dari pekerjaan yang halal. Sebab nafkah yang haram akan mempengaruhi kepribadian anak keturunannnya nanti.

2)  Bagi para pemuda, hendaknya ia mencari calon istri yang sholehah, taat beragama. Sebab kelak ia akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Istri yang shalehah tentunya akan mencetak anak-anak yang shaleh/ah.

3)  Bagi para ibu, banyak-banyaklah berdo’a untuk keshalehan anak keturunan anda. Sebab Allah ta’ala telah memberikan jatah do’a yang mustajab bagi orang tua untuk anak-anaknya.


* Penulis adalah alumni S1 Fakultas Hadist, Universitas Islam Madinah, alumni PP Darul Istiqomah Bondowoso. 






.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.