Total Pageviews

Tuesday 1 May 2018

Bahaya Produk Kentang Goreng







Bahaya Mengoreng Makanan terlampau Garing 



Bahaya Mengoreng Makanan terlampau Lama 



AKRILAMIDA DAN BAHAYANYA PADA PRODUK PANGAN







Pembentukan Akrilamida Selama Pengolahan Pangan


Akrilamida ditemukan pada beberapa makanan tertentu misalnya keripik kentang, kentang goreng, sereal dan roti, yang dalam proses dan pembuatannya menggunakan suhu tinggi. Dimana dengan meningkatnya pemanasan dan bertambahnya waktu, dapat meningkatkan kadar akrilamida. Kajian awal Mottram et al. (2002) dan Stadler et al. (2002) menduga kuat bahwa pembentukan akrilamida dalam kentang yang dipanaskan sebagai hasil dari reaksi asam amino seperti aspargine (dan beberapa glutamine) dan gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Asparagin yaitu asam amino utama mempunyai struktur mirip dengan akrilamida, dan diduga senyawa tersebut yang paling berperan dalam pembentukan akrilamida.


Mekanisme utama pembentukan akrilamida dalam makanan melalui reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gula reduksi hasil degradasi pati (karbohidrat) (seperti glukosa dan fruktosa) dengan asam amino bebas (seperti alanin, asparagin, glutamin, dan metionin) yang terdapat secara alami dalam bahan pangan dengan pemanasan menggunakan suhu tinggi (di atas 120 °C).


Biasanya peristiwa ini terjadi pada saat penggorengan, pemanggangan atau pembakaran. Ketiga proses inilah yang bertanggung jawab terhadap tinggi-rendahnya akrilamid dalam pangan. Semakin gelap warna produk akibat pemasakan, makin banyak kandungan akrilamida di dalamnya.



Batas ambang akrilamida

Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1992 dan masyarakat Uni Eropa dan WHO pada tahun 1985 telah membatasi kadar akrilamida dalam air minum sebesar 0,5 μg/L (ppb). Office of Environmental Health Hazard Assesment (OEAHHA), salah satu divisi EPA yang berlokasi di California, Amerika Serikat telah menetapkan bahwa 0,2 μg/hari akrilamida tidak bersifat karsinogenik. Menurut JECFA (2005) dosis tunggal akrilamida yang menghasilkan pengaruh toksik akut hanya pada dosis di atas 100 mg/kgBB, dan dilaporkan LD50 secara umum di atas 150 mg/kgBB.



Hasil kajian Risk assessment pada asupan akrilamida di beberapa negara diperkirakan antara 0,2-0,8 mg/kgBB/hari. Sedangkan FDA (2009) melaporkan bahwa diperkirakan asupan akrilamida bagi konsumen AS rata-rata 0,4 µg/KgBB/hari. Untuk konsumen Internasional rata-rata berkisar 0,2-1,4 µg/KgBB/hari. Berdasarkan perkiraan dari berbagai negara, diidentifikasi rata-rata asupan akrilamida dari 1-4 µg/KgBB/hari (Brunton et al. 2005). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada populasi umum, rata-rata asupan akrilamida melalui makanan berada pada rentang 0,3–0,8 μg/kgBB/hari.



Kandungan Akrilamida dalam Produk Makanan
Distribusi level akrilamida(a) dalam pangan tahun 2010





  
Sumber: EFSA (2012)




Definisi dan Struktur Kimia

Acrylamide tersusun dari grup amide dan grup vinyl yang merupakan produk intermediate yang dihasilkan dari penguraian reaksi mailard menjadi beberapa produk dengan prekursornya yaitu gula pereduksi dan aspargin (Mikulíková, R. 2007). Zat ini juga biasa digunakan untuk menjernihkan air minum. Sejak tahun 1950, akrilamida diproduksi dengan cara hidrasi akrilonitril dan terdapat dalam bentuk monomer, sedangkan poliakrilamida ada dalam bentuk polimer (Anonim 1994; 1985). Berikut di bawah ini konformasi struktur kimiawi akrilamida Gambar 1.



Gambar 1. Struktur akrilamida
Sumber: Mikulíková, R. (2007)


Karakteristik Fisik dan Kimiawi Akrilamida

Akrilamida (CH2=CHCONH2, CAS Registry Number 79-0601) merupakan Berbentuk kristal padat berwarna putih, tidak berbau, Highly soluble in water, etanol, eter dan kloroform, moderatly soluble in solvent organik, density 1.123 g/cm3 30o C. memiliki berat molekul 71, meleleh pada suhu 84,5 oC, dan mendidih pada suhu 125 oC, larut dalam air, aseton, dan etalolini, mudah bereaksi melalui reaksi amida atau ikatan rangkapnya, pada proses pembakaran menghasilkan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, seperti amonia, karbonmonoksida, dan nitrogen oksida.

Akrilamida umumnya digunakan di industri sebagai bahan penjernih air minum, bahan baku perekat, plastik, tinta cetak, zat warna sintetik, zat penstabil emulsi, kertas, dan kosmetik. Selain itu, akrilamida sering digunakan sebagai kopolimer pada pembuatan lensa kontak. Akrilamida diproduksi sejak 1950 dengan cara hidrasi akrilonitril dan terdapat dalam bentuk monomer, sedang poliakrilamida ada dalam bentuk polimer (JECFA, 2005)



Bahaya Akrilamida

Kajian awal menunjukkan bahwa hubungan akrilamida dengan kesehatan berkaitan dengan karsinogenitas dan neurotoksisitas (Claus et al 2008). Akrilamida memiliki suatu sistem jenuh elektrofil yang dapat bereaksi dengan pusat nukleofil. Gugus protein dan asam amino menjadi target reaksi utama karena mempunyai pusat nukleofil.

Pengikatan akrilamida dengan protein pada hemoglobin, menjadi penyebab aksi toksisitas pada jaringan tersebut. Bentuk monomernya bersifat racun terhadap sistem saraf pusat, sedangkan bentuk polimer diketahui tidak bersifat toksik. Paparan akrilamida pada dosis tinggi terbukti dapat merusak DNA yang berperan sebagai materi genetik, saraf pusat, menimbulkan tumor, menurunkan tingkat kesuburan, serta mengakibatkan keguguran pada tikus percobaan, sedangkan dalam jangka waktu yang lama dengan dosis yang lebih kecil dapat memicu gangguan pada sistem saraf tepi. Setelah paparan terhadap akrilamida dihentikan, gangguan-gangguan tersebut dapat berkurang, tetapi dapat bertahan hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun (JECFA 2009).


Bahaya Acrylamide: a) bersifat neurotoxic berarti toksiknya menyerang jaringan syaraf peripheral pada manusia dan menyebabkan iritasi pada kulit dan mata. b) Acrylamide merupakan zat penyebab kanker (carcinogenic) yang merusak DNA dengan sebuah mutasi spektrum , dimana acrylamide dihasilkan jika bahan pangan diproses pada temperature > 120 oC) Acrylamide mampu memutasikan DNA dalam sel embrio tikus. Sel embrio yang terekspos akrilamide mengalami peningkatan jumlah akibat termutasi (Simonne A. H and Archer D. L. 2006).


Hasil review Claus et al (2008) juga melaporkan bahwa studi onkogenik pada tikus Fischer yang menerima 2 mg akrilamida/kg BB secara nyata meningkatkan tumor pada kelenjar thyroid, testes, sistem saraf pusat, uterus, dan jaringan lain (Johnson et al. 1986). Walaupun demikian, dari semua kajian penggunaan dosis akrilamida yang tinggi dengan hewan percobaan, tidak mudah untuk diekstrapolasi menjadi acrylamide intake melalui pangan pada manusia.








Nota kaki :

1. Jangan Goreng Makanan anda terlampau lama.

2. Jangan Goreng Makanan anda terlampau garing.

3. Ikut cara orang Jepun - mereka makan makanan mentah sushi dan berhenti sebelum kenyang - hasilnya masyarakat Jepun berumur panjang dan lebih sihat dibandingkan dengan penduduk dunia yang lain.




.
.


No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.