Risiko Makan Daging
Babi
Hasil penelitian yang diterbitkan oleh Consumer Reports
menyebutkan bahwa daging babi punya risiko kontaminasi bakteria berbahaya,
yaitu Yersinia enterocolitica. Pada manusia, bakteria
ini menyebabkan demam dan penyakit saluran pencernaan. Gejalanya yaitu cirit,
muntah, dan kram perut.
Selain itu, daging babi juga cukup sulit dicerna. Saat Anda
makan daging babi, dibutuhkan waktu sekitar enam jam untuk mencerna setiap
potongannya. Karena itu, konsumsi daging babi bisa memperlambat proses
pencernaan tubuh.
Risiko kanker dari daging babi kemasan
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, daging babi olahan
yang dikemas seperti ham, bacon, dan sosis bisa menjadi salah satu
pemicu kanker. Periset menemukan bahwa mengonsumsi 50 gram daging olahan babi
setiap hari bisa meningkatkan risiko kanker kolorektal, merupakan jenis kanker
yang tumbuh pada usus besar (kolon) atau rektum.
Penyakit hati
Selain menyebabkan kanker kolorektal, sebuah studi telah
menemukan bukti kuat antara konsumsi daging babi dan penyakit hati. Hal ini
disebabkan oleh senyawa N-nitroso, yang banyak ditemukan pada
produk daging babi olahan yang dimasak pada suhu tinggi.
Hepatitis E
Produk daging babi, terutama hati babi seringkali membawa virus
hepatitis E yang dapat menyebabkan komplikasi parah, hingga berisiko
menyebabkan kematian. Anda yang kurang bersih ketika mengolah dan memasak
daging babi lebih rentan terinfeksi virus hepatitis E.
Kecacingan
Makan daging babi mentah atau belum matang yang sudah
terkontaminasi larva cacing trichinella bisa menyebabkan
cacingan atau penyakit trikinosis. Anda mungkin mengalami sakit perut,
diare, kelelahan, mual dan muntah. Bahkan, seminggu setelah makan babi yang
terinfeksi, cacing betina dewasa sekarang di dalam tubuh Anda menghasilkan
larva yang memasuki aliran darah Anda dan akhirnya masuk ke otot atau jaringan
lainnya.
Begitu serangan jaringan ini terjadi, gejala trikinosis meliputi
sakit kepala, demam tinggi, kelemahan umum, sakit otot dan nyeri tekan, mata
merah muda (konjungtivitis), sensitivitas terhadap cahaya, dan pembengkakan
kelopak mata atau wajah.
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.