Nabi melarang mengada adakan perkara yang tidak pernah diajar oleh baginda!
Dalil larangan bidaah
https://celiktafsir.net/2016/08/02/dalil-larangan-bidaah/
20 Kesan Buruk Dan Akibat Yang Merugikan Bagi Pelaku Bid’ah
(1). Amalannya tidak akan diterima Allah Ta’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara baru dalam urusan (agama) kami
ini apa-apa yang tidak ada darinya (keterangan), maka amalan itu tertolak” (HR.
Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718 (17), hadits dari ‘Aisyah).
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka ia tertolak” (HR.Muslim no.1718 (18), Abu Dawud no.4606 dan Ahmad VI/73, hadits dari ‘Aisyah).
Allah Ta’ala berfirman :
قُلْ
هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang
paling merugi perbuatannya ?”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia
perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka
berbuat sebaik-baiknya” (QS. Al-Kahfi [18] : 103-104).
(2). Pelaku bid’ah dianggap telah mematikan Sunnah.
Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Tidaklah datang (suatu masa) kepada manusia, melainkan mereka akan membuat bid’ah di dalamnya dan akan mematikan Sunnah, sehingga maraklah perbuatan bid’ah dan matilah Sunnah” (Al-I’tisham I/87 oleh Imam asy-Syathibi).
(3). Pelaku bid’ah dianggap pemecah-belah umat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ما من نبيٍّ بَعثَهُ اللهُ في أُمَّةٍ قبْلِي ، إلَّا كان لهُ من أُمَّتِه حوَارِيُّونَ ، وأصحابٌ يأخُذونَ بِسنَّتِه ، ويَتقيَّدُونَ بأمْرِهِ ، ثمَّ إنَّها تَخُلُفُ من بعدِهِمْ خُلُوفٌ ، يقولُونَ ما لا يَفعلُونَ ، ويفعلُونَ ما لا يُؤْمَرُونَ ، فمَنْ جاهدَهمْ بيدِهِ فهوَ مُؤمِنٌ ، ومَنْ جاهدَهمْ بِلسانِه فهوَ مُؤمِنٌ ، ومَنْ جاهدَهمْ بقلْبِهِ فهوَ مُؤمنٌ ، ليس وراءَ ذلكَ من الإيمانِ حبَّةُ خرْدَلٍ
“Tidak seorang Nabi pun yang diutus Allah pada umat sebelumku kecuali ia mempunyai sahabat-sahabat dan penolong-penolong yang setia. Mereka mengikuti sunnah-sunnahnya dan mengerjakan apa yang diperintahkannya. Kemudian datang setelah mereka kaum yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan dan “Mengerjakan Apa Yang Tidak Diperintahkan”. Maka barang siapa yang berjihad melawan mereka dengan tangannya maka dia adalah mukmin dan barang siapa berjihad dengan lisannya dia adalah mukmin dan siapa yang berjihad dengan hatinya maka dia mukmin. Setelah itu tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi” (HR. Muslim no. 50, hadits dari Ibnu Mas’ud, Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no.5790).
إِنَّ
أَهْلَ الْكِتَابَيْنِ افْتَرَقُوا فِي دِينِهِمْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ
مِلَّةً يَعْنِي الْأَهْوَاءَ كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً وَهِيَ
الْجَمَاعَةُ وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ
الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ
وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ وَاللَّهِ يَا مَعْشَرَ الْعَرَبِ لَئِنْ لَمْ
تَقُومُوا بِمَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَغَيْرُكُمْ مِنْ النَّاسِ أَحْرَى أَنْ لَا يَقُومَ بِهِ
“Sesungguhnya ahli kitab telah berpecah menjadi 72 firqah; dan sesungguhnya
umat ini akan berpecah menjadi 73 millah, mereka semua berada di Neraka kecuali
satu, yaitu al-Jama’ah. Nanti akan muncul pada umatku sekelompok orang yang
kerasukan bid’ah dan hawa nafsu sebagaimana anjing kerasukan rabies, tak
tersisa satu pun dari urat dan sendinya melainkan telah kerasukan. Wahai
sekalian bangsa Arab, demi Allah… kalau kalian saja tidak mau melaksanakan
ajaran Nabimu, maka orang lain akan lebih tidak mau lagi” (HR. Abu Dawud no
4597 dan Ahmad IV/102 no. 17061, hadits dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, lihat
ash-Shahiihah no. 204)
(4). Pelaku bid’ah yang tidak bertaubat, maka ia akan membuat-buat bid’ah yang lebih buruk lagi. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Tidaklah seseorang selalu mengikuti pendapat akalnya dalam hal-hal bid’ah kemudian meninggalkannya, kecuali kepada hal-hal yang lebih buruk darinya” (Al-I’tisham I/92).
(5). Pelakunya dianggap telah terjatuh ke dalam kesesatan, karena semua bid’ah adalah sesat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat” (HR. Muslim no. 867, hadits dari Jabir bin Abdillah).
وإياكم
ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
“Jauhilah segala perkara baru (di dalam agama) karena sesungguhnya setiap
perkara baru di dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” [HR
Abu Dawud no.4607, at-Tirmidzi no.2678, Ibnu Majah no.43, Ahmad IV/126, Ibnu
Hibban no.102, al-Hakim I/95-97 dll, lihat Irwaa-ul Ghaliil VIII/107 no.2455,
hadits dari ‘Irbadh bin Saariyah].
(6). Pelaku bid’ah adalah orang yang dilaknat menurut syari’at.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru (bid’ah) atau mendukung pelaku bid’ah di dalam (kota Madinah), maka dia akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima darinya baik amalan yang fardhu maupun yang sunnah pada hari kiamat” (HR. Bukhari no 1870 dan Muslim no.1370, hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib).
(7). Pelaku bid’ah tidak mendapatkan penjagaan dari Allah Ta’ala.
Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata :
“Barangsiapa mendengarkan ahlul bid’ah dengan pendengarannya, padahal dia mengetahui, maka ia keluar dari penjagaan Allah dan (urusannya) diserahkan kepada dirinya sendiri”
Setelah membawakan perkataan Sufyan ats-Tsauri di atas, al-Hafidz adz-Dzahabi berkata:
“Kebanyakan para imam Salaf berpendapat dengan tahdzir ini, mereka melihat bahwa hati itu lemah dan syubhat-syubhat itu menyambar-nyambar” [lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ VII/261].
Ancaman ini bagi yang mendengarkan, lalu bagaimana bagi pelaku kebid’ahan itu sendiri?
(8). Semakin menjauhkan pelakunya dari Allah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
يَخْرُجُ فِيكُمْ قَوْمٌ تَحْقِرُونَ صَلَاتَكُمْ مَعَ صَلَاتِهِمْ وَصِيَامَكُمْ مَعَ صِيَامِهِمْ وَعَمَلَكُمْ مَعَ عَمَلِهِمْ وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ …
“Akan muncul diantara kalian suatu kaum yang kalian akan meremehkan salat kalian (para sahabat), puasa kalian dan amal kalian di samping salat mereka, puasa mereka, dan amal mereka. Mereka rajin membaca al-Qur’an akan tetapi (pengaruhnya) tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam seperti anak panah yang keluar menembus sasarannya” (HR. Bukhari no 5058 dan Muslim no 1064, hadits dari Abu Sa’id al-Khudri).
Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah (salah seorang tokoh tabi’in) berkata :
مَا
ازْدَادَ صَاحِبُ بِدْعَةٍ اِجْتِهَاداً، إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْداً
“Tidaklah bertambah semangat pelaku bid’ah dalam beribadah, melainkan
menjadikan mereka semakin jauh dari Allah” (Hilyatul Auliya’ 1/392).
(9). Pelaku bid’ah dianggap telah mendustakan Allah, yaitu dengan menyakini bahwa Islam itu belum sempurna, padahal Allah ‘Azza wa Jalla telah menyempurnakannya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu…” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tidak tersisa suatu (amalan) pun yang dapat mendekatkan kepada Syurga dan menjauhkan dari Neraka, melainkan sudah dijelaskan semuanya kepada kalian” (HR.ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir no.1647 dan Ahmad V/153, 162, hadits dari Abu Dzar, lihat ash-Shahiihah no.1803)
(10). Pelaku bid’ah ikut menanggung dosa orang yang mengikutinya hingga hari kiamat.
Allah Ta’ala berfirman :
لِيَحْمِلُوا
أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ
يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ
“Agar mereka memikul dosa-dosa mereka seluruhnya pada hari kiamat dan
sebahagian dari dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui
sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang
mereka pikul itu” (QS. An-Nahl [16]: 25).
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“…Dan barangsiapa yang mengadakan suatu bid’ah lalu mengamalkannya, maka ia
akan mendapatkan dosa dari orang yang ikut melakukannya tanpa mengurangi
dosa-dosa mereka sedikitpun” (HR. At-Tirmidzi no.2677 dan Ibnu Majah no.209).
(11). Pelaku bid’ah sangat sulit untuk bertaubat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَ
اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sesungguhnya Allah akan menghalangi setiap pelaku bid’ah untuk bertaubat
sampai dia meninggalkan bid’ahnya” (HR. At-Tirmidzi, ath-Thabrani dan
al-Baihaqi, hadits dari Anas bin Malik, lihat Shahihut Targhiib wat Tarhiib no.
54 dan ash-Shahiihah IV/154 no.1620)
Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata :
البدعة
أحب إلى إبليس من المعصية ، المعصية يتاب منها، والبدعة لا يتاب منها
“Bid’ah lebih disukai oleh iblis daripada (pelaku) maksiat, sebab (pelaku)
maksiat masih bisa diharapkan taubatnya, sedangkan (pelaku) bid’ah tidak dapat diharapkan
pelakunya mau bertaubat darinya” (Ilmu Ushulil Bida’ hal 218).
(12). Pelaku bid’ah tidak akan minum dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا
يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ
قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
“Aku akan mendahului mereka (umatku) menuju telaga. Sungguh, akan ada beberapa
orang yang dihalau dari telagaku sebagaimana dihalaunya unta yang sesat. Aku
memanggil mereka: “Hai datanglah kemari…!” Namun dikatakan kepadaku: “Mereka
telah merubah-rubah (ajaranmu) sepeninggalmu”. Maka aku berkata : “(kalau
begitu) menjauhlah sana… menjauhlah sana” (HR. Muslim no 249, Ibnu Majah no
4306, dan Ahmad II/300, 408 hadits no. 7980, 8865 dan 9281).
Dalam
riwayat yang lain dikatakan :
Aku lantas berkata : “Wahai Rabbku, ini adalah umatku”. Lalu Allah berfirman :
“Engkau tidak mengetahui (bid’ah) apa yang mereka ada-adakan setelahmu” (HR.
Bukhari no. 7049)
(13). Pelaku bid’ah secara tidak langsung menuduh Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم tidak amanah dan menganggapnya tidak menyampaikan seluruh ajaran agama Islam kepada umat.
Imam
Malik rahimahullah berkata :
من ابتدع في الإسلام بدعة يراها حسنة ، فقد زعم أن محمدا – صلى الله عليه وسلم-
خان الرسالة ، لأن الله يقول :{اليوم أكملت لكم دينكم}، فما لم يكن يومئذ دينا فلا
يكون اليوم دينا
“Barangsiapa yang melakukan bid’ah di dalam Islam yang dianggapnya baik
(hasanah), maka sungguh dia telah menganggap (Nabi) Muhammad telah mengkhianati
risalah (kenabian), karena Allah Ta’ala berfirman : “Pada hari ini Aku telah
menyempurnakan agama kalian untuk kalian” [QS Al-Maidah: 3]. Maka perkara apa
saja yang pada masa itu (saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup)
tidak dianggap (sebagai bagian dari) agama, maka pada hari ini pun tidak
dianggap sebagai (bagian dari) agama” [Al-I’tisham oleh asy-Syathibi 1/49].
(14). Pelaku bid’ah dikhawatirkan terjerumus ke dalam kekafiran.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia tidak termasuk
golonganku” (HR.Bukhari no.5063 dan Muslim no.1401, hadits dari Anas).
“Tidak termasuk golongan kami siapa saja yang mengamalkan sunnah selain sunnah kami” (HR. At-Tirmidzi no.2695, ad-Dailami dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir, hadits dari Ibnu Abbas, Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 5439 dan ash-Shahiihah no.2194)
(15). Pelaku bid’ah dikhawatirkan akan mati dalam keadaan suu’ul khatimah.
Seorang pelaku bid’ah bererti orang yang sedang bermaksiat kepada Allah dan siapa pun yang bersikukuh dengan maksiatnya perlu dicemaskan kalau-kalau ia mati dalam keadaan itu.
(16). Pelaku bid’ah akan mendapatkan kebinasaan.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan dalam perkara agama, karena
sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian oleh sikap
berlebih-lebihan mereka dalam perkara agama” (HR.Ahmad I/215 dan 347,
an-Nasaa’i V/268, Ibnu Majah no.3029 dan al-Hakim I/466, hadits dari Ibnu
Abbas, lihat Shahiihul Jaami no.2680).
“Sesungguhnya setiap amal mempunyai kesemangatan dan setiap kesemangatan mempunyai masa jenuh, maka barangsiapa masa jenuhnya menuju kepada Sunnahku maka ia benar-benar telah mendapat petunjuk dan barangsiapa masa jenuhnya kepada yang selain itu (yaitu bid’ah), maka ia benar-benar binasa” (HR.Al-Baihaqi, hadits dari Ibnu Umar, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no. 2152)
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan kalian di atas agama yang terang, siangnya sepertinya malamnya. Tiada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa” (HR.Ibnu Abi Ashim dalam Kitab as-Sunnah, lihat Shahiihut Targhiib wat Tarhiib no.59).
(17). Pelaku bid’ah adalah orang yang dibenci Allah.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Orang yang paling dibenci Allah ‘Azza wa Jalla adalah orang yang mencari
sunnah jahiliyah dalam Islam…” (HR.Ath-Thabrani, lihat Tafsir Ibnu Katsir
III/164, tahqiq oleh Syaikh Muqbil al-Wadi’i).
Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata :
إن أبغض الأمور إلى الله البدع
“Sesungguhnya perkara yang paling dibenci Allah adalah bid’ah” (Al-Baihaqi
dalam as-Sunan IV/316).
Fudhail
bin Iyadh rahimahullah berkata :
“Sesungguhnya Allah memiliki Malaikat yang bertugas mencari majlis-majlis
dzikir, maka lihatlah bersama siapakah majlismu itu, janganlah bersama ahlul
bid’ah, karena Allah Ta’ala tidak melihat kepada mereka. Dan salah satu tanda
nifaq adalah seseorang bangun dan duduk bersama ahlul bid’ah. Aku mendapati
sebaik-baik manusia (yakni tabi’in), mereka semuanya adalah Ahlus Sunnah dan
mereka melarang (yakni memperingatkan umat) dari ahlul bid’ah” [lihat Hilyatul
Auliyaa’ VIII/104 dan I’tiqaad Ahlis Sunnah 1/138).
(18). Pelaku bid’ah dianggap seperti dajjal.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
سيَكونُ في أمَّتي دجَّالونَ كذَّابونَ ، يحدِّثونَكُم ببدَعٍ منَ الحَديثِ ، بما
لم تَسمَعوا أنتُمْ ولا آباؤُكُم ، فإيَّاكم وإيَّاهُم لا يفتِنونَكُم
“Akan ada para dajjal pendusta diantara umatku yang membuat bid’ah dari hadits
yang tidak pernah didengar oleh kalian mahupun bapa-bapa kalian. Maka
berhati-hatilah terhadap mereka dan janganlah kalian disesatkan dan terfitnah
oleh mereka” (HR.Muslim no.7 dan Ahmad 16/245 no.8580, hadits dari Abu
Hurairah).
(19). Wajah pelaku bid’ah akan menghitam di hari kiamat.
Allah
Ta’ala berfirman :
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula yang
hitam muram…” (QS. Ali
‘Imran [3]: 106)
Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan ayat ini dengan mengatakan :
يَعْنِي: يَوْمَ الْقِيَامَةَ، حِيْنَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ أَهْلِ السُّنَّةِ
وَالْجَمَاعَةِ، وَتَسْوَدُّ وُجُوْهُ أَهْلِ الْبِدْعَةِ وَالُفُرُقَةِ
“Yaitu hari kiamat… ketika wajah ahlussunnah wal jama’ah putih berseri,
sedangkan wajah ahlul bid’ah wal furqah hitam legam” (Tafsir Ibnu Katsir II/92)
(20). Pelaku bid’ah diancam dengan neraka.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ
غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ
وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mukmin (yaitu para sahabat),
niscaya akan Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya
itu dan akan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk
tempat kembali” (QS. An-Nisaa’ [4]: 115)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sejelek-jelek perkara adalah perkara yang diada-adakan dan setiap yang
diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan
tempatnya di Neraka” (HR. An-Nasaa’i no. 1578)
Al-Imam
Al-Barbahaari rahimahullah berkata :
“Hati-hatilah dari bid’ah-bid’ah yang kecil, karena bid’ah yang kecil itu akan
terus meningkat hingga menjadi bid’ah yang besar. Demikianlah setiap kebid’ahan
yang diada-adakan oleh umat ini awalnya dianggap ‘sepele’ menyerupai Al-Haq
(kebenaran), sehingga tertipulah orang yang terjatuh di dalamnya, kemudian
ia tidak mampu untuk keluar darinya. Lalu membesarlah kebid’ahan tersebut dan
menjadi agamanya. Akhirnya ia pun menyimpang dari “Ash-Shiraatul Mustaqiim”
(jalan yang lurus) dan keluar dari keislamannya…” (lihat Ithaaful Qaari bit
Ta’liqaat ‘ala Syarhissunnah lil Imam Al-Barbahaari 1/81).
Wallahul Muwaffiq (NUB)
No comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.